PENELITIAN
DAN MASALAH PENELITIAN BAHASA
A. Ihwal Penelitian dan Penelitian
Bahasa
Adanya
dua wujud tanggapan manusia terhadap realitas alamiah yaitu di samping dia
mengerti alamnya sebagai sesuatu yang statis, ia juga mengamati alamnya sebagai
sesuatu yang berubah dan berkembang atau sebagai sesuatu yang dinamis,
merupakan salah satu penyebab munculnya persoalan yanga mendorong manusia untuk
selalu mencari jawabannya. Itu dilakukan
melalui penelitian terhadap realitas alamiah yang memunculkan persoalan tersebut.
Penelitian tidak lain adalah ikhtiar manusia yang dilakukan dalam upaya
pemecahan masalah yang dihadapi.Pencarian jawaban
Penelitian
ilmiah, seperti yang dinyatakan oleh Kerlinger(1993) adalah penelitian yang
sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap proposisi-proposisi
hipotetis tentang hubungan yang diperkirakan terdapat antar gejala alam. Yang
dimaksud dengan penelitian bahasa adalah penelitian yang sistematis,
terkontrol, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap objek sasaran yang berupa
bunyi tutur (bahasa).
Penelitian
yang bersifat sistematis maksudnya
penelitian itu dilakukan secara sistematis dan terencana, keteraturan,
berkelanjutan, atau bertahap. Penelitian yang bersifat terkontrol, maksudnya bahwa setiap aktivitas yang di lakukan dalam
masing-masing tahapan itu dapat dikontrol baik proses pelaksanaan baik hasil
yang di capai, karna ketepatan alat dalam menyelesaikan suatu masalah atau
terkontrol itu dapat di artikan penggunaan metode secara tepat. Penelitian yang
bersifat empiris, maksudnya fenomenal
yang nyata yang menjadi objek penelitian itu adalah bahasa yang benar-benar
hidup dalam pemakaian bahasa. Penelitian yang bersifat kritis adalah kritis terhadap hipotesis-hipotesis tentang hubungan
yang di perkirakan artinya tidak dapat menerima begitu saja suatu penyelesaian.
Kritis dapat pula mengandung makna kreatif.
Uraian
ihwal penelitian bahasa yang disasarkan menyangkut semua tahapan mulai dari
tahap prapenelitian, sampai tahap ke pelaksanaan penelitian, dan tahap
pascapenelitian.
B. Masalah dan Sumber Masalah dalam
Penelitian Bahasa.
Pada
dasarnya penelitian merupakan ikhtiar manusia dalam upaya pemecahan masalah.
McGuigan (dikutip dari sevilla dkk, 1993:4) menyatakan bahwasetidak-tidaknya
aada tiga keadaan yang dapat memunculkan masalah, yaitu;
1. Ada
informasi yang mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam pengetahuan kita;
2. Ada
hasil-hasil(penelitian) yang bertentangan; dan
3. Ada
suatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskannya melalui penelitian.
Dalam
hal ini, teori linguistik tertentu cocok untuk bahasa tertentu misalnya satuan
lingual kata dan afiks(morfem terikat) perbedaan keduanya terletak pada; pertama, satuan kata memiliki potensi
untuk di tuturkan terisolasi dari satuan lingual lainnya; Kedua, satuan lingual afiks tidak memiliki potensi demikian. Karena
ketergantungannya begitu besar pada satuan lingual lain, identitas fonetisnya
sering tidak selalu mutlak di tentukanoleh satun lingual yang menjadi tempat
ketergantungannya itu. Realisasi afiks {meN-} dalam bahasa Indonesia, misalnya
dapat berwujud: /me-/, /mem-/, /men-/, /meny-/, /meng-/ , dan /menge-/ masing-masing pada: memakan, membeli, mendatang, menyunati,
mengganggu,dan mengebom , tergantung pada fonem awal bentuk dasar dan
jumlah silabe (untuk realisasi {meN-} menjadi / menge-/ ) satuan lingual yang
menjadi bentuk dasarnya.
Masalah
yang dapat di teliti akan muncul jika pengetahuan teoritis yang di ketahui oleh
calon peneliti di kaitkan dengan penggunaan bahasa tertentu dan dari pengaitan
itu terdapat kesenjangan antara teori dengan buku empiris(penggunaan bahasa
tertentu). Prospek penemuan masalah penelitian dimungkinkan karena sejauh ini
teori-teori linguistic yang di kembangkan sering di landaskan pada
bahasa-bahasa tertentu. Penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang
muncul dari keadaan.
Yang
di maksud dengan keadaan adanya hasil penelitian yang bertentangan adalah,
pertama terjadi pertentangan antara
hasil penelitian yang satu dengan yang lain yang objek sasarannya berupa bahasa
dan aspek bahasa yang di teliti sama dan kedua, terjadi pertentangan hasil
penelitian dengan bukti-bukti empiris yang berupa pemakaian bahasa yang
sesungguhnya.
Sebagai
contoh,hendak meneliti salah satu bidang kebahasaan tertentu,katakan bidang
morfologi bahasa Sasak. Dalam merumuskan masalah secara spesifik teori
memainkan peran yang cukup penting,terutama memberi tahu tentang aspek-aspek
kajian yang menyangkut bidang morfologi atau bidang lainnya yang akan diteliti.
Dari teori dapat diketahui misalnya, aspek kajian morfologi menyangkut aspek
afiksasi dan reduplikasi. Dapat dirumusan masalah yang akan diteliti yang
berkaitan dengan bidang morfologi bahasa Sasak tersebut langsung menjurus ke
aspek-aspek yang ingin di teliti seperti berikut:
(1) Jenis-jenis
afiks dan reduplikasi apa saja yang digunakan dalam pembentukan kata bahasa
sasak?
(2) Apakah
fungsi dan makna tiap-tiap afiks dan tipe reduplikasi tersebut?
C. Hipotesis dan Teori dalam
Penelitian Bahasa
Setelah masalah di rumuskan langkah
selanjutnya adalah memulai penelitian itu. Jawaban sementara terhadap masalah
yang hendak diteliti tersebut hipotesis
(bandingkan Gay, 1976 dengan Sudaryanto, 1986)
Sebagai jawaban yang sifatnya sementara, maka
hipotesis haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Hipotesis dirumuskan dalam bentuk
kalimat deklaratif (pertanyaan).sebagai contoh, hipotesis yang diajulan
sehubungan dengan yang di teliti untuk bidang morfologi bahsa sasak adalah.
a. Afiks-afiks
yang digunakan dalam pembentukan kata bahasa sasak dapat dikelompokkkan atas
afiks yang berupa prefix, infiks, sufiks, dan dari afiks-afiks itu ada yang
derivative dan ada yang inflektif sedangkan reduplikasi yang digunakan dapat
dikelompokkan atas reduplikasi utuh, sebagian
berimbuhan, dan berubah bunyi; serta masing-masing tipe reduplikasi itu ada
yang derifatif dan infektif.
b. Tiap-tiap
afiks dan tipe-tipe reduplikasi tertentu memiliki fungsi dan makna tertentu
sesuai dengan bentuk dasar yang dikenai oleh proses afiksasi dan reduplikasi
tersebut.
2. Hipotesis
harus dapat di uji.
3. Hipotesis
harus masuk akal artinya mengemukakan penjelasan yang masuk akal (reasonable explanation) dari
kejadian-kejadian yang telah dan akan terjadi. Hubungan fariable harus
dinyatakan dengan istilah yang jelas (pasti) sehingga fariable dapat di ukur.
Ada
beberapa cara pengungkapan hubungan antar fariable, misalnya (a) pengungkapan
hubungan sebab akibat, (b) pengungkapan hubungan korelsional, dan (c)
pengungkapan hubungan pengukuran perbedaan. (c) dari suatu hipotesis biasanya
digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa
(pengajaran bahasa) dan sosiolinguistik. Dari kenyataan itu, dapt dilakukan
penelitian dengan mebuat hipoteesis melalui ketiga cara pengungkapan hubungan antar
variable tersebut. Kita akan membuat hipotesis dalam bentuk (a) apabila kita
bersumsi nahwa pemberian mata kuliah keterampilan membaca pada mahasiswa dapat
meningkatkan kemampuan membaca; dalam bentuk (b) apabila kita berasumsi bahwa
tingginya kemampuan membaca mahasiswa ada kolerasinya dengan pemberian mata
kuliah keterampilan membaca dan dalam bentuk (c) apabila kita berasumsi bahwa
terdapat perbedaan kemampuan membaca antara dua kelompok mahasiswa yang
mengikuti mata kuliah dan yang tidak mengikuti mata kuliah.
Kita
dapat mengetahui dan menyatakan tentang konsep afiks tertentu (prefix, infiks
dan sufiks) baik yang derivative begitu pula dengan tipe-tipe reduplikasi
tertentu yang diuga berlaku pada proses pembentukan bahasa, karna teorilah yang
mengenalkan kepada kita.
Selain
itu sebagai jawaban sementara terhadap yang ingin diteliti, maka hipotesis
berfungsi:
1. Memperkenalkan
peneliti untuk berpikir dari awal suatu penelitian, karena rumusan hipotesis
tidak lain adalah pernyataan masalah secara spesifik.
2. Menentukan
tahap-tahap atau prosedur suatu penelitian, karena hipotesis tidak lain adalah
rantai penghubung antara teori dan pengamatan.
3. Membantu
menetapkan bentuk penyajian analisis dan interpretasi data dalam laporan
penelitian (sevilla, 1993:15-16)
D. Metode, Data,dan Teori dalam
Penelitian Bahasa
Metodepun
memiliki hubungan dengan teori. Maksudnya, pemilihan penggunaan metode dan
teknik-teknik tertentu pada tahapan penyediaan data, apakah itu metode simak
atau metode cakap sangat ditentukan dari watak dasar objek penelitian. Metode
cakap dengan tehik pancing dengan teknik lanjutan berupa teknik sisip. Hal ini
di sebabkan untuk mengidentifikasi apakah suatu satuan lingual tertentu
merupakan afiks atau kata haruslah dapat di tunjukkan dengan adanya data yang
dapat membuktikan bahwa satuan lingual itu tidak memiliki potensi untuk
diucapkan terisolasi dari satuan lingual lainnya. Data yang dimaksudkan adalah
berupa kata yang di dalamnya terdapat objek penelitian yang berupa afiks
tersebut. Afiks hanya dapat diperoleh dari teori tentang morfem terikat yang
disebut afiks itu sendiri. Komponen utama dalam pelaksanaan penelitian, yaitu
adanya masalah yang secara tetatif dapat (tidak selalu) terefleksi pada
hipotesis, metode dan teknik-tekniknya dan data yang di dalamnya terdapat objek
penelitian disamping konteks objek penelitian memiliki yang bersifat dependensi
pada teori.
E.
Ihwal
Data dan Objek Penelitian Bahasa
Sutu hal yang perlu disadari adalah data yang
berbeda dengan objek penelitian. Sunaryanto (1993:3) memberi batasan data
sebagai bahan penelitian, yaitu bahan jadi (lawan dari bahan mentah) yang ada
karena adanya pemilihan aneka macam tuturan. Sebagai bahan penelitian, maka
didalam data terkandung objek penelitian dan unsur lain yang membentuk data
yang di sebut konteks (objek penelitian). Jadi pada dasarnya data tidak lain
adalah objek penelitian plus konteks (D= Op + K) (periksa Sudaryanto, 1988 dan
1990).
Konteks objek penelitian bahasa selalu bersifat
ganda. Artinya, objek penelitian bahasa selalu hadir dalam konteks yang
jumlahnya lebih dari satu. Kegandaan konteks objek bahasa membawa dampak pada
pendefisian data penelitian bahasa sebagai bahan jadi penelitian yang berupa
objek penelitian dengan keseluruhan konteks yang memungkinkan hadirnya objek
penelitian tersebut.
Konsep data bersifat holistis, dalam arti kata dapat
dipandang sebagai etitas yang identitasnya ditentukan oleh keterpaduan
unsure-unsur yang membentuk entitas tersebut. Setiap unsure yang membentuk
entitas itu dapat di andaikan sebagai objek penelitian plus konteksnya.
Pengertian konteks (objek penelitian) tidak hanya di pandang dari jenis konteks
itu sendiri sebelum menjadi konteks dari objek penelitian (asal substantifnya)
seperti objek dari penelitian afiks {ber-} dalam bahasa Indonesia dapat berupa
kata dasar kata kategorial kata, misalnya sepatu,
sepeda dan lain-lain, atau jenis data yang adanya diakibatkan oleh
kehadiran konteks plus objek penelitian. Konteks objek penelitian harus pula
dipandang dari posisi structural konteks tersebut dalam hubungannya dengan
objek penelitian yang secara bersama-sama membentuk data.
Dalam penelitian bahasa bertujuan untuk menentukan
letak suatu satuan lingual, misalnya penelitian tentang posisi yang dapat di
tempati oleh adverbia bahasa Indonesia; kemarin
dalam susunan beruntun. Kalimat yang mengandung adverbia kemarin missal:
(1) Saya
pergi ke pasar kemarin.
(2) Saya
pergi kemarin ke pasar.
(3) Saya
kemarin pergi ke pasar.
(4) Kemarin
saya pergi ke pasar.
Bukan
salah satu atau sebagian dari tuturan di atas, karena untuk dapat menyatakan
bahwa posisi yang dapat di tempati adverbial kemarin adalah setelah kata yang
menunjuk tempat (tuturan 1), setelah verba (tuturan 2), setelah nomina (tuturan
3), dan mendahului fungsi subjek (tuturan 4) kita harus membandingkan ke empat
tuturan tersebut. Dengan demikian kiranya cukup jelaas bahwasannya komposisi
structural konteks dalam hubungan dengan objek penelitian untuk membentuk data
perlu diperhitungkan dalam member pengertian konteks objek penelitian.Pandangan
holistis terhadap posisi objek penelitian hubungannya dengan konteks objek
penelitian tidak harus terletak pada dua alternative berikut: letak kanan
(K-Op) dan letak kiri (Op-K)dari objek penelitian (Sudaryanto, 1990:16)
Adanya
kenyataan berbagai macam posisi konteks dalam hubungannya dengan objek
penelitian bahasa dalam susunan beruntun menggambarkan bahwa objek penelitian
bahasa bersifat ganda (multikonteks). Artinya, objek penelitian bahasa hadir
dalam bebagai konteks, seperti objek adferbia kemarin yang setidak-tidaknya mucul dalam empat konteks dan secara
bersama-sama membentuk empat tipe data. Kegandaan konteks dapat dipandang secara
sistemik. Maksudnya hubungan antara konteks dengan objek penelitian bersifat
sistemik jadi muncul dalam uraian yang berbeda. Watak objek penelitian bahasa
yang bersifat ganda benar-benar harus di sadari oleh peneliti karena akan
sangat berperan dalam tahapan penyediaan data dan sekaligus akan menentukan
wujud metode dan teknik yang di gunakan pada tahap penyediaan dan analisis
data.
Data
sebagai entetis berdasarkan pandangan holistis, mengandung pula pengertian
bahwa data tidak hanya memiliki aspek lahiriah, yang bersifat mawujud seperti
yang teramati pada korpus data. Akan tetapi data juga memiliki aspek batiniah
yang bersifat yang bersifat tanwujud atau yang disebut mantes. Kedua-duanya
merupakan bagian yang intergral, yang tidak munkin di pisahkan satu sama lain
dalam membentuk data itu sendiri. Oleh karena itu penyediaan data berarti
menyediakan bahn di jadikan penelitian yang bersifat mawujud dan tan wujud.
Aspek tanwujud itu adalah aspek yang disebut oleh Sudaryanto (1988 dan 1990)
sebagai konteks data, yaitu isi tuturan, penutur, hubungan antar penutur, dan
tuturan diluar data. (periksa Suryanto,1990, 25-28)
Dialektologi
maupun sosiolinguistik memilki objek sasaran yang sama, yaitu mengkaji
unsure-unsur kebahasaan (vaariasi bahasa). Hanya saja yang pertama berhubungan
dengan perbedaan bahasa yang disebabkan faktor geografis dan historis (untuk
dialektologi diakronis) sedangkan yang kedua berhubungan dengan perbedaan
bahasa yang disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu objek penelitiannya
jelas perbedaan bahasa yng disebabkan oleh faktor geografis untuk penelitian
dialektologi dan perbedaan bahasa yang disebabkan oleh faktor sosial untuk
penelitian sosiolinguistik.
Apabila
pada penelitian sosiolinguistik didasarkan pada deskripsi perbedaan unsur-unsur
kebahasaan karena faktor sosial maka objek kajiannya adalah perbedaan unsur
kebahasaan dalam merealisasikan makna tertentu yang terdapat di antara kelompok
sosial yang menggunakan bahasa tertentu, atau perbedaan unsur-unsur kebahasaan
yang di gunakan oleh suatu kelompok sosial dalam berkomunikasi dengan kelompok
sosial yang lain.
F.
Sumber
Data: Populasi, Sampel, Dan Informan
Sevilla dkk.
(1993) mendfinisikan populasi sebagai kelompok besar yang merupakan sasaran
generalisasi. Dalam hubungan dengan penelitian bahasa, pengertian populasi
terkait dengan dua hal, yaitu masalah satuan penutur dan masalah satuan wilayah
teritorial. Dengan masalah penutur populasi dimaknai dengan keseluruhan
individu yang menjadi anggota masyarakat tutur bahasa yang akan diteliti dan
menjadi sasaran penarikan generalisasi tentang seluk – beluk bahasa tersebut.
Contoh, jika kita hendak meneliti tentang aspek tertentu dalam bahasa Bima,
maka yang menjadi populasi penelitian kita adalah keseluruhan penutur bahasa
tersebut, yang dikatakan berjumlah 675.000 jiwa. Adapun populasi dalam
pengertian satuan wilayah teritorial dimaknai sebagai keseluruhan wilayah yang
menjadi tempat permukiman keseluruhan individu anggota masyarakat tutur bahasa
yang menjadi sasaran generalisasi. Pengertian populasi dalam konteks yang kedua
ini terlihat dalam penelitian yang berhubungan dengan bidang dialektologi.
Penelitian dialektologi, keseluruhan wilayah pakai bahasa yang menjadi sasaran
penelitian, disegmentasikan berdasarkan satuan daerah pengamatan yang
berdasarkan pada segmentasi administratif pemerintahan, misalnya dusun, desa,
atau kecamatan, tergantung pada satuan administratifmana perbedaan
dialektual/subdialektual bahasa itu terjadi. Jika satuan administratif yang
dijadikan satuan daerah pengamatan adalah desa, maka populasi itu untuk
penelitian bahasa dalam pengertian kedua ini menyangkut seluruh desa yang
menjadi tempat bermukimnya paenutur bahasa yang akan diteliti tersebut.
Misalnya, penutur bahasa Bima yang menjadi objek penelitan kita itu, tersebar
dalam 850 desa di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Bima dan Dompu. Maka populasi
penlitian kita berjumlah 850 desa.
Mengingat
jumlah penutur dan luasnya wilayah pakai suatu bahsa yang akan diteliti, serta
keterbatasan tenaga, waktu, dan biaya, maka sumber data dapat ditentukan dengan
memilih sebagian dari populasi tersebut. pemilihan sebagian dari keseluruhan
penutur atau wilayah pakai bahasa yang menjadi objek penelitian sebagai wakil
yang memungkinkan untuk membuat generalisasi terhadap populasi itulah yang
disebut sampel penelitian.
G. Hakikat Penelitian Bahasa
Pada dasarnya,
penelitian merupakan upaya yang dilakukan untuk menguak identitas objek
penelitian. Karena objek penlitian bahasa tidak pernah hadir sendirian, selalu
disertai konteks, maka konteks merupakan penentu identitas objek penelitian.
Dari penelitian yang mengambil objek kajian berupa satuan lingual {ber-} dalam bahasa indonesia misalnya, dapat dikuak bahwa
satuan lingual tersebut memiliki identitas satuan lingual yang disebut afiks,
hanya karena terdapat satuan : juang,
kerja, pakaian dan satuan lingual
lain yang sejenis, yang menjadi konteksnya (Sudaryanto, 1990:16). Di samping
itu pula, karena konteks objek penelitian itu bersifat ganda, dapt dikatakan
bahwa hakikat penelitian bahasa adalah kegiatan menguraikan identitas objek
sasaran objek (objek penelitian) dalam hubungannya dengan keseluruhan konteks
yang memungkinan hadirnya objek penelitian tersebut.
Hakikat
penelitian bahasa diatas hendaknya benar – benar disadari oleh penelitia karena
akan sangat berperan dalam membantu peneliti pada tahap penyediaan data.
Maksudnya, membimbing peneliti bahwa yang harus dilakukan pada tahap penyediaan
data adalah menemukan semua jennis konteks yang memungkinkan hadirnya objek
penelitian. Lebih lanjut hal ini akan berperan dalam menentukan wujud metode
dan teknik yang digunakan baik pada tahap penyediaan data maupun pada tahap
analisis data.
H. Beberapa Tahapan Pelaksanaan
Penelitian Bahasa
Pelaksaan
penelitian bahasa menurut tahapannya dapat dibagi atas tiga tahapan, yaitu;
1. Prapenelitian
2. Pelaksanaan
penelitian, dan
3. Penulisan
laporan peneitian
Prapenelitian
dimaksudkan sebagai tahapan yang menuntun peneliti untuk berusaha merumuskan
secara jelas tentang masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Rumusan
secara jelas tersebut mencakup: latar
belakang munculya masalah; rumusan masalah secara spesifik dan operasional;
hubungan masalah yang hendak diteliti dengan penelitian – penelitian terdaulu
(dalam hal ini berkaitan dengan kajian pustaka.) dan teori – teori tertentu (berkaitan dengan kerangka teori
yang akan digunakan); dan metode – metode (termasuk teknik – tekniknya) yang
hendak digunakan. Semua hal ini harus tertuang dalam desain penelitian atau
proposal.
Dengan demikian, tidak
lain adalah tahapan penyusunan desain penelitian (proposal). Tahapan ini
ditandai oleh adanya kegiatan menyusun dan terwujudnya sebagai desain
penelitian. Patut ditambahkan bahwa selama hal – hal di atas sebuah desain
penelitian dapt pula memuat hal – hal yang berkaitan dengan hipotesis, hasil yang diharapkan dari penelitian, daftar pustaka, dan jadwal
kegiatan.
Tahapan pelaksanaan
penelitian dijabarkan dalam tiga tahapan pokok, yaitu penyediaan data, analisis
data, dan membuat rumusan hasil analisis yang diwujudkan dalam bentuk kaidah –
kaidah. Ketiga tahapan ini merupakan inti dan kegiatan penelitian (bahasa). Masing
– masing ditandai oleh kegiatan menyediakan dan tersedianya data; menganalisis
dan ditemukannya kaidah – kaidah tertentu serta tersajinya kaidah – kaidah
tersebut dalam rumusan – rumusan tertentu.
Tahapan penulisan
laporan penelitian dimaksudkan pada tahap ini peneliti membuat laporan dari
penelitian yang dilakukan, yang dapat berwujud makalah, skripsi, tesis,
disertasi. Oleh karena itu, tahap ini ditandai oleh kegiatan membuat dan
terwujudnya sebuah laporan penelitian.
Ketiga tahapan
pelaksanaan penelitian yang disebutkan di atas merupakan persoalan yang hendak
diungkapkan secara panjang lebar dalam buku ini.